Triton Tours - Fort du Bus merupakan sebuah benteng yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Pada awalnya benteng ini didirikan untuk menghambat gangguan dari pasukan Inggris yang berasal dari Australia. Nama benteng ini diambil dari nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu yang bernama Leonard Pierre Joseph Burggraaf du Bus de Gisignes. Sebelum abad ke 19, Nieuw Guinea berada di bawah Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda yang berkedudukan di Maluku. Pesisir Pulau Nieuw Guinea ini sebenarnya telah dipetakan pada tahun 1825 oleh Lieutenant Commander D. H. Kolff, namun belum ada upaya serius untuk membangun permukiman di Nieuw Guinea saat itu. Disisi lain, Inggris mulai menunjukan ketertarikannya pada pulau ini dan berambisi untuk mendudukinya. Mengetahui akan adanya ancaman tersebut, Gubernur Maluku, Pieter Merkus memerintahkan membangun pos disepanjang pantai di Pulau Nieuw Guinea. Setelah permohonan tersebut disetujui oleh Raja Belanda pada 31 Desember 1827, maka pada tanggal 18 April 1828 berangkatlah sebuah tim ekspedisi yang dipimpin oleh Lieutenant Jan Jacob Stenboom dengan dua kapal yaitu Corvet Triton dan Schooner Iris dari pelabuhan Ambon untuk mencari lokasi pembangunan permukiman. Pada Juli 1828, Lieutenant Jan Jacob Stenboom akhirnya menemukan sebuah teluk yang tertutup dan segera dinamakan Teluk Triton. Penamaan Teluk Triton ini didasarkan dari nama kapal Covert Triton yang digunakan saat itu untuk menemukan lokasi permukiman. Sebelum dinamakan Teluk Triton, penduduk asli di teluk ini menyebut teluk tersebut dengan sebutan Uru Lengguru. Pada 24 Agustus 1828 diresmikanlah Benteng Fort du Bus bertepatan dengan ulang tahun Raja Willem I dari Belanda yang diperingati setiap tahunnya bertempat di kampung kecil bernama Lobo yang terletak di Teluk Triton. Bertepatan dengan hal tersebut, Komisaris Pemerintah Belanda, Van Delden membacakan proklamasi kekuasan Belanda atas Nieuw Guinea yang berbunyi: |
“Atas nama dan untuk Sri Baginda Raja Nederland, Pangeran Oranje Nassau,
Hertog Agung Luxemburg dan lainnya, bagian dari Nieuw Guinea serta daerah-daerah dipedalaman yang mulai pada garis meridian 141˚ sebelah Timur Greenwich di pantai Selatan dan dari tempat tersebut ke arah Barat, Barat Daya dan Utara sampai ke Semenanjung Goede Hoop di pantai Utara, selain daerah-daerah Mansarai, Karondefer, Amberpura dan Ambarpon yang dimiliki oleh Sultan Tidore dinyatakan sebagai miliknya”
Upacara pada tangal tersebut, dianggap di Eropa sebagai tanda bahwa sejak waktu tersebut Belanda memiliki kedaulatan atas wilayah yang dinyatakan dalam proklamasi tersebut, sehingga wilayah tersebut tidak boleh lagi ditempati oleh kekuasaan-kekuasaan Eropa lainnya.
Sejak diresmikan, orang-orang Belanda membuka jalur perdagangan dengan orang pesisir Asmat, pedalaman Papua dan Seram, namun karena perubahan iklim dan mewabahnya penyakit Malaria sehingga mengganggu kesehatan prajurit Belanda saat itu. Pada tahun 1835, atas persetujuan pemerintah Belanda di Ambon dibongkarlah permukiman tersebut dan seluruh prajuit ditarik kembali.
Tidak ada komentar: